Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Polemik Iuran Tapera: Tanggapan Istana dan Perspektif Buruh

Kamis, 30 Mei 2024 | Mei 30, 2024 WIB Last Updated 2024-05-30T11:19:00Z
Polemik Iuran Tapera
Gambar: Liputan6


Baru-baru ini, polemik mengenai iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) kembali mencuat. Program yang dirancang untuk memudahkan pekerja mendapatkan rumah ini, ternyata mendapat kritik pedas dari berbagai kalangan, terutama para pekerja. Di tengah kegaduhan ini, pemerintah melalui Kementerian PUPR dan Kementerian Keuangan berjanji akan memberikan penjelasan lebih lanjut.

Menurut Menteri Sekretaris Negara Pratikno, "Kementerian PUPR dan Kementerian Keuangan akan segera menjelaskan semua hal terkait iuran Tapera." Penjelasan ini diharapkan dapat meredakan kekhawatiran yang muncul di kalangan pekerja dan partai politik yang merasa program ini memberatkan.

Program Tapera yang diinisiasi oleh Presiden Joko Widodo sejak awal memang bertujuan mulia, yaitu untuk membantu pekerja memiliki rumah pada masa pensiun. Namun, realitas yang dihadapi pekerja sepertinya berbeda. Presiden Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyatakan bahwa kondisi saat ini tidak tepat untuk menjalankan Tapera yang memotong upah pekerja. Menurutnya, beban finansial yang ditanggung pekerja menjadi tidak proporsional.

Dengan pemotongan 3 persen dari gaji bulanan pekerja, dimana 0,5 persen ditanggung oleh pengusaha dan 2,5 persen oleh pekerja, Said Iqbal mengungkapkan keprihatinannya. "Dengan iuran sebesar itu, tidak mungkin dalam jangka waktu 10 hingga 20 tahun, pekerja bisa mengumpulkan cukup uang untuk membeli rumah," ujarnya. Iqbal juga menambahkan bahwa dengan upah rata-rata pekerja di Indonesia yang sekitar Rp 3,5 juta, pemotongan tersebut berarti sekitar Rp 105.000 per bulan.

Kritik Iqbal tidak berhenti di situ. Ia juga menyoroti bahwa pemerintah tidak memberikan kontribusi dalam iuran ini, namun hanya bertindak sebagai pengumpul dana. Hal ini, menurutnya, tidak adil karena menyediakan rumah yang terjangkau adalah tanggung jawab negara dan merupakan hak dasar rakyat.

Selain itu, penurunan upah riil buruh sebesar 30 persen dalam lima tahun terakhir menjadi tambahan alasan mengapa Tapera dinilai kurang tepat. "Jika upah buruh sudah turun, pemotongan upah lagi hanya akan memperberat beban hidup mereka," kata Said.

Masalah lain yang disoroti adalah potensi korupsi. Berdasarkan pengalaman masa lalu dengan ASABRI dan TASPEN, Partai Buruh memperingatkan bahwa Tapera bisa menjadi lahan korupsi baru jika tidak ada pengawasan yang ketat.

Dalam menghadapi kritik ini, pemerintah diharapkan tidak hanya memberikan penjelasan, tapi juga solusi konkret yang bisa memastikan bahwa Tapera benar-benar bermanfaat bagi pekerja tanpa memberikan beban yang tidak semestinya. Kejelasan, transparansi, dan pengawasan yang kuat adalah kunci untuk memastikan program ini berjalan sesuai dengan tujuan awalnya: membantu pekerja memiliki rumah tanpa memberatkan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update